PERLINDUNGAN HUKUM BAGI PENGGUNA MOBILE PAYMENT DAN PENERAPANNYA DI INDONESIA
PERLINDUNGAN HUKUM BAGI PENGGUNA MOBILE
PAYMENT
DAN PENERAPANNYA DI INDONESIA
Dosen Pengampu: Afrida Putritama,
S.E., M.Sc.Ak.
Disusun oleh:
Olivia
Puspita Ningrum (19803241027)
Dewi
Rohimma (19803241031)
Ramadian
Ade Kurniawan (19803241044)
PROGRAM
STUDI PENDIDIKAN AKUNTANSI
JURUSAN
PENDIDIKAN AKUNTANSI
UNIVERSITAS
NEGERI YOGYAKARTA
2021
PENDAHULUAN
Seiring berkembangnya zaman, teknologi dibuat semakin beraneka ragam untuk memenuhi kebutuhan manusia. Kebutuhan yang terus
meningkat, mobilisasi manusia yang semakin cepat, dan juga kesibukan manusia yang selalu bertambah
memaksa adanya fasilitias yang dapat memenuhi itu semua. Salah satu teknologi
yang semakin populer di masyarakat Indonesia adalah Financial Technology atau
sering disebut Fintech. Fintech merupakan suatu inovasi pada
sektor finansial yang diungkapkan dalam The National Digital Research Centre (NDRC). FinTech dipandang sebagai salah satu teknologi yang
akan merevolusi industri perbankan dan telah menerima perhatian global sebagai
teknologi menantang yang akan memberdayakan perusahaan untuk bersaing secara
efektif dalam revolusi industri 4.0 (Wonglimpiyarat, 2017).
Berkaitan dengan adanya layanan Fintech
di Indonesia, Mobile Payment merupakan salah satu bagian dari fintech yang
termasuk dalam kategori payment yang sering digunakan oleh masyarakat Indonesia. Adanya financial technology mempermudah apa yang sebelumnya dirasa sulit oleh masyarakat dan memakan banyak waktu. Fintech
juga dapat membuat penggunannya melakukan
tranksaksi online dimana saja dan kapan saja.
Namun, untuk saat ini sampai dengan Desember 2020 sangat dikhawatirkan bahwa total jumlah penyelenggara Fintech
terdaftar dan berizin adalah hanya sebanyak 152 perusahaan (DailySocial & DSResearch). Tentunya ada banyak fintech
yang illegal di luar sana. Dilansir dari CNBC Indonesia, ada sekitar 113 ilegal
yang ditemukan dan ditutup oleh OJK. Hal
tersebut, tentu saja meresahkan masyarakat terutama masyarakat awam yang mudah
terbuai bujuk rayu persyaratan yang mudah oleh Fintech ilegal tanpa
mengetahui resiko yang akan didapatkan. Oleh karena itu, perlindungan hukum
penting bagi pengguna aplikasi Fintech sebagai bentuk kepastian hukum
bagi penggunanya.
KAJIAN PUSTAKA
A. Financial
Technology
Financial
technology secara umum dapat diartikan sebagai
sebuah inovasi teknologi dalam layanan transaksi keuangan. Menurut peraturan
Bank Indonesia Nomor 19/12/PBI/2017 tentang penyelenggaraan teknologi
finansial, teknologi finansial merupakan penggunaan teknologi dalam sistem
keuangan yang menghasilkan produk, layanan, teknologi, dan/atau model bisnis
baru serta dapat memberi dampak pada stabilitas moneter, stabilitas sistem
keuangan, dan/atau efisiensi, kelancaran, keamanan, serta keandalan sistem
pembayaran. Lebih lanjut menurut peraturan Bank Indonesia Nomor 19/12/PBI/2017
tentang penyelenggaraan teknologi finansial, dilaksanakannya teknologi
finansial bertujuan untuk mendorong inovasi di bidang keuangan dengan
menerapkan perlindungan konsumen serta manajemen resiko dan kehati-hatian agar tetap
menjaga stabilitas moneter, stabilitas sistem keuangan, dan sistem pembayaran
yang efisien, lancar, aman, serta andal. Selain itu, ruang lingkup dalam
teknologi finansial yang wajib diikuti oleh entitas bisnis adalah mulai dari
pendaftaran, regulatory sandbox, perizinan dan persetujuan, hingga pemantauan serta
pengawasan.
Carney
(2016) menjelaskan bahwa teknologi keuangan berawal dari sektor keuangan dalam
perekonomian yang menjadi sektor kunci dan terus berkembang sesuai dengan
kebutuhan masyarakat. Teknologi keuangan saat ini tidak hanya diterapkan di
negara maju saja, tetapi juga mulai muncul dan tumbuh di negara berkembang,
seperti Indonesia. Adanya financial technology membawa harapan baru bagi
masyarakat untuk memberikan kemudahan dalam melakukan berbagai macam transaksi
keuangan dalam berbagai sektor.
B. Pembayaran
Seluler (Mobile Payment)
Pembayaran
Seluler (mobile payment) merupakan pembayaran yang dilakukan dengan
setidaknya oleh satu perangkat Seluler (mobile device) (Ondrus &
Pigneur, 2007) dan (Smart Card Alliance, 2008). Mobile payment juga
diartikan sebagai sebuah pembayaran dimana mobile device digunakan
sebagai media awal pembayaran hingga konfirmasi pembayaran (Boer & de Boer,
2010). Dalam melakukan pembayaran, mobile payment menggunakan perangkat
bergerak termasuk wireless handsets, personal digital assistants (PDA),
dan radio frequency (RF) serta Near Field Communication (NFC) (Dewan
& Chen, 2005). Kemudian, daya tarik inovasi pada sektor secara umum mobile
payment masuk pada enam industri yaitu institusi keuangan (financial
institution), mobile network operators (MNOs), technology
providers, handset manufactures, merchants, and consumers (Boer
& de Boer, 2010).
C. Hukum
Perlindungan Konsumen
Az.
Nasution (1999) menyebutkan bahwa “hukum perlindungan konsumen merupakan aturan
yang memuat asas-asas atau kaidah-kaidah yang bersifat mengatur, dan juga
mengandung sifat yang melindungi kepentingan konsumen”. Hukum perlindungan
konsumen juga diartikan sebagai keseluruhan asas-asas atau kaidah-kaidah hukum
yang mengatur hubungan dan masalah antara berbagai pihak satu sama lain
berkaitan dengan barang dan/atau jasa konsumen, di dalam pergaulan hidup
(Eli,2015).
Menurut
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen dalam Pasal 1
nomor 1 menyebutkan bahwa “perlindungan konsumen merupakan segala upaya yang
menjamin adanya kepastian hukum untuk memberikan perlindungan kepada konsumen”.
Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa perlindungan hukum bagi konsumen
merupakan sebuah perangkat hukum yang diciptakan oleh lembaga pemerintah untuk memberikan
perlindungan hukum dan jaminan kepastian hukum bagi para konsumen dari berbagai
macam permasalahan ataupun sengketa konsumen karena merasa dirugikan oleh
pelaku usaha. (Eli,2015).
Kepastian
perlindungan hukum kepada konsumen dapat dilakukan dengan cara memberikan
pendidikan bagi konsumen guna meningkatkan harkat dan martabatnya. Pelaku usaha
juga dapat membuka akses informasi secara jujur dan terbuka yang berkaitan
dengan kondisi bahkan jaminan atas barang dan/atau jasa yang diperdagangkan
kepada konsumen. Selain itu, sikap pelaku usaha atau produsen yang jujur dan
memiliki tanggung jawab tinggi terhadap konsumen juga sangat dibutuhkan,
sehingga mereka yang merasa dirugikan dapat menuntut ganti kerugian dan
dipenuhi oleh pelaku usaha. Dengan adanya cara-cara dan sikap tersebut maka
permasalahan perlindungan konsumen yang masih banyak terjadi akan dapat
diminimalisir bahkan terselesaikan dengan baik karena antara pelaku usaha dan
konsumen mengerti dan memahami hak dan kewajibannya masing-masing.
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Perlindungan
Hukum bagi Pengguna Mobile Payment
Mobile Payment didefinisikan sebagai berbagai fungsi yang
diadakan melalui teknologi ponsel untuk melakukan pembayaran, transfer bank,
e-Wallets, dan transfer peer-to-peer
(transfer uang antara dua individu secara real-time).
Berdasarkan penelitian terdahulu dari Putriutama (2019) ditemukan bahwa kenyamanan adalah faktor terkuat yang mempengaruhi
persepsi manfaat mobile payment, terutama karena pengguna mobile payment dapat menggunakan
layanan keuangan dengan mudah kapan saja, dan di mana saja. Kenyamanan memiliki
dampak positif terkuat pada manfaat yang dirasakan, yang kemudian meningkatkan
niat penggunaan mobile payment
(Putritama, 2019). Akan tetapi disamping
manfaat yang diperoleh, konsumen atau mobile
payment juga memiliki resiko atau tantangan dalam menggunakan mobile payment salah satunya e-Wallet
seperti penggunaan Go Pay, OVO, Dana atau yang lainya. Resiko atau tantangan dapat berasal dari
aplikasi itu sendiri ataupun dari pihak yang tidak bertanggung jawab yang dapat
merugikan pengguna. Oleh karena itu, diperlukan perlindungan hukum agar
konsumen mendapatkan keamanan serta kenyamanan dalam menggunakan mobile payment.
Perlindungan
konsumen telah diatur dalam Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan
Konsumen (UUPK). UUPK memberikan harapan bagi konsumen atau pengguna mobile
payment untuk memperoleh perlindungan atas jasa layanan pembayaran maupun
transaksi lainya. UUPK menjamin adanya kepastian hukum bagi konsumen.
Perlindungan konsumen menurut UUPK adalah segala upaya yang menjamin adanya
kepastian hukum untuk memberi perlindungan terhadap konsumen. Tujuan adanya
perlindungan konsumen dalam UUPK salah satunya yaitu meningkatkan pemberdayaan
konsumen dalam memilih, menentukan, dan menuntut hak-haknya sebagai konsumen (Septiyati, 2019). Dengan demikian UUPK menjadi
payung hukum untuk melindungi konsumen di Indonesia termasuk pengguna mobile payment. Akan tetapi konsumen
atau pengguna juga perlu berhati-hati dalam memilih atau menggunakan jenis mobil payment agar terhindar dari
aplikasi yang abal-abal ataupun kejahatan lainya. Dalam rangka menjaga
kepercayaan konsumen mobile payment juga
perlu mendaftarkan perusahaanya ke Otoritas Jasa Keuangan dan kegiatan
operasionalnya telah memenuhi persyaratan yang ditentukan dalam peraturan
Otoritas Jasa Keuangan dan juga Bank Indonesia.
Pada
tahun 2016, peraturan mengenai fintech pertama kali dikeluarkan oleh
Otoritas Jasa Keuangan (OJK). OJK mengeluarkan aturan tersebut atas dasar
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 21 Tahun 2011 Tentang Otoritas Jasa
Keuangan, OJK berperan dalam pengembangan bisnis Fintech karena OJK adalah lembaga negara independen yang berwenang
mengatur dan mengawasi lembaga jasa keuangan. Bisnis Fintech merupakan inovasi finansial dengan sentuhan teknologi
modern, bisnis Fintech memanfaatkan
perkembangan teknologi informasi untuk menciptakan inovasi baru di
sektor jasa keuangan, yang lebih
cepat dan mudah
digunakan. Dalam perkembangan bisnis Fintech,
pada tahun 2016 oleh Otoritas Jasa Keuangan hanya diatur satu jenis saja yaitu
Layanan Pinjam Meminjam Uang Berbasis Teknologi Informasi, telah bertambah
jenisnya. Jenis-jenis Bisnis Fintech
tahun 2017 oleh Bank Indonesia menjadi lima jenis Fintech yaitu: Sistem Pembayaran, Pendukung pasar, Manajemen investasi
dan manajemen risiko, Pinjaman, Pembiayaan, dan Penyediaan Modal, dan Jasa
Finansial lainnya. Pada tahun 2018 Otoritas Jasa Keuangan melalui POJK Nomor 13/POJK.02/2018
Tentang Inovasi Keuangan Digital di Sektor Jasa Keuangan, mengatur jenis-jenis Fintech menjadi tujuh jenis yaitu:
Penyelesaian Transaksi, Penghimpunan Modal, Pengelolaan Investasi, Penghimpunan
dan Penyaluran Dana, Perasuransian, Pendukung Pasar, Pendukung keuangan digital
lainnya, dan aktivitas jasa keuangan lainnya (Benuf
& dkk, 2020). Selain peraturan yang ditetapkan oleh OJK, pihak
penyelenggara bisnis fintech mobile
payment juga harus mematuhi peraturan dan persyaratan yang tetapkan oleh
BI.
Sebagaimana
diatur dalam Peraturan Bank Indonesia No.18/40/PBI/2016 tentang Penyelenggaraan
Pemrosesan Transaksi Pembayaran, penyelenggara Teknologi Finansial wajib
melakukan pendaftaran. Tata cara pendaftaran bagi Penyelenggara Teknologi
Finansial diatur sebagai berikut (Anindita,
Aminah, & Ispriyarso, 2020):
1. Penyelenggara Teknologi Finansial harus
merupakan badan usaha.
2. Untuk penyelenggara Teknologi Finansial berupa
lembaga selain Bank yang memenuhi kategori sebagai penyelenggara jasa sistem
pembayaran, Penyelenggara Teknologi Finansial tersebut harus merupakan badan
usaha yang berbadan hukum Indonesia.
3. Penyelenggara Teknologi Finansial menyampaikan
permohonan pendaftaran secara tertulis dalam Bahasa Indonesia dan
ditandatangani oleh pihak yang berwenang mewakili Penyelenggara Teknologi
Finansial.
4. Permohonan pendaftaran disertai dengan Pengisian
dan pengiriman formulir pendaftaran dan Penyampaian dokumen pendukung.
5. Penyelenggara Teknologi Finansial harus
memastikan kebenaran atas seluruh dokumen yang dituangkan dalam surat
pernyataan bermaterai cukup sesuai dengan format yang telah ditentukan oleh
Bank Indonesia dan ditandatangani oleh pihak yang berwenang mewakili
Penyelenggara Teknologi Finansial.
6. Pengisian formulir serta penyampaian permohonan
dan dokumen pendukung dilakukan melalui sarana pendaftaran secara online
melalui website resmi Bank Indonesia yaitu www.bi.go.id.
7. Apabila sarana pendaftaran secara online belum
tersedia, maka pendaftaran dilakukan dengan mengirimkan melalui e-mail ke
alamat BIFintechOffice@bi.go.id atau dalam bentuk surat kepada Departemen
Kebijakan Sistem Pembayaran c.q. Bank Indonesia FinTech Office Komplek
Perkantoran Bank Indonesia, Gedung Thamrin Lantai 4, Jalan M.H. Thamrin Nomor
2, Jakarta 10350.
Penyelenggara
Teknologi Finansial yang telah terdaftar di Bank Indonesia wajib menyampaikan
surat pernyataan kepatuhan atas kewajiban bagi Penyelenggara Teknologi
Finansial dalam jangka waktu paling lama 3 (tiga) bulan sejak Penyelenggara
Teknologi Finansial terdaftar di Bank Indonesia. Tahapan selanjutnya adalah Regulatory Sandbox. Regulatory Sandbox adalah suatu ruang uji coba terbatas yang aman
untuk menguji Penyelenggara Teknologi Finansial beserta produk, layanan,
teknologi, dan/atau model bisnisnya. Tujuan dari adanya Regulatory Sandbox adalah guna memberi ruang bagi Penyelenggara.
Apabila uji coba dinyatakan berhasil dan produk, layanan, teknologi, dan/atau
model bisnisnya termasuk Teknologi Finansial kategori sistem pembayaran, maka
Penyelenggara Teknologi Finansial dilarang memasarkan produk, layanan,
teknologi, dan/atau model bisnis yang diujicobakan tersebut sebelum terlebih
dahulu mengajukan permohonan izin dan/atau persetujuan kepada Apabila
permohonan izin dan/atau persetujuan tersebut telah diterima oleh Bank
Indonesia, Penyelenggara Teknologi Finansial dapat memasarkan produk, layanan,
teknologi, dan/atau model bisnisnya sesuai dengan skenario uji coba dalam Regulatory Sandbox yang telah
dilaksanakan sampai dengan Bank Indonesia memberikan keputusan atas permohonan
izin dan/atau persetujuan yang telah disampaikan oleh Penyelenggara Teknologi
Finansial (Anindita, Aminah, & Ispriyarso, 2020).
Peraturan baik bagi penyelenggara teknologi finansial baik yang ditetapkan oleh
OJK maupun BI merupakan salah satu bentuk upaya perlindungan konsumen atau
pengguna dari oleh penyelenggara teknologi finansial termasuk di dalamnya mobile payment yang curang.
B.
Penerapan Perlindungan Hukum bagi Pengguna Mobile Payment
Bank
Indonesia juga mewajibkan diterapkannya prinsip perlindungan konsumen oleh penyelenggara
jasa pembayaran. Bank Indonesia juga turut melakukan pengawasan terhadap
penerapan ketentuan perlindungan konsumen oleh penyelenggara. Sebagai bentuk
upaya penerapan prinsip perlindungan consume dalam penyelenggaraan jasa
pembayaran, Bank Indonesia secara khusus mengatur dalam peraturan mengenai
perlindungan konsumen dalam kegiatan jasa pembayaran yaitu Peraturan Bank
Indonesia No. 16/1/PBI/2014 Tentang Perlindungan Konsumen Jasa Sistem
Pembayaran. Selain pengaturan secara khusus, Indonesia juga memiliki aturan
perlindungan konsumen secara umum. Adanya Undang-Undang No. 8 Tahun 1999
Tentang Perlindungan Konsumen juga merupakan salah satu cara untuk melindungi
konsumen dari kemungkinan kerugian yang didapatkan atas perlakuan pelaku usaha.
Kerugian yang dialami oleh konsumen bisa terjadi tidak sebatas pada kegiatan
transaksi jual beli produk, melainkan juga jasa, termasuk pada penyelenggaraan
jasa pembayaran (Anindita, Aminah, &
Ispriyarso, 2020).
Salah satu bentuk perlindungan konsumen dalam penyelenggaraan
jasa pembayaran berbasis teknologi yaitu mobile
payment adalah penyelenggara Teknologi Finansial wajib untuk menjaga
kerahasiaan data dan/atau informasi konsumen termasuk data dan/atau informasi
transaksi. Penyelenggara juga dilarang memberikan data dan/atau informasi
konsumen kepada pihak lain kecuali konsumen memberikan persetujuan secara
tertulis dan/atau diwajibkan oleh peraturan perundang – undangan yang berlaku
sebagaimana telah dijelaskan dalam Pasal 15 Peraturan Bank Indonesia No. 16/1/PBI/2014
Tentang Perlindungan Konsumen Jasa Sistem Pembayaran. Penyelenggara jasa sistem
pembayaran wajib memiliki dan melaksanakan mekanisme penanganan pengaduan bagi
konsumen secara cepat dan efisien. Mekanisme penanganan pengaduan wajib
diberitahukan kepada konsumen. Penyelenggara wajib menindaklajuti dan
menyelesaikan pengaduan yang disampaikan oleh konsumen. Asas pokok dari ganti
rugi sebagai akibat pelanggaran atau wanprestasi adalah bahwa penggugat
seharusnya diberi ganti rugi, tetapi tidak lebih daripada ganti rugi untuk
setiap kerugian yang ia derita sebagai akibat dari pelanggaran yang dilakukan
tergugat. Dengan adanya ketentuan tentang pembatasan ganti rugi dalam Pasal
1247 dan Pasal 1248 KUH Perdata, telah memberikan perlindungan kepada pihak yang
melakukan wanprestasi (Anindita, Aminah, & Ispriyarso, 2020). Berdasarkan
hal tersebut dapat disimpulkan bahwa ganti rugi dibatasi yang meliputi kerugian
yang dapat diduga dan yang menjadi akibat langsung dari wanprestasi.
Bank
Indonesia juga memberikan fasilitas untuk mewujudkan penerapan prinsip perlindungan konsumen dalam penyelenggaraan
jasa sistem pembayaran. Konsumen dapat juga menyampaikan
pengaduan kepada Bank Indonesia, namun tidak semua pengaduan dapat ditindaklanjuti oleh Bank Indonesia. Pengaduan
yang dapat ditindaklanjuti oleh Bank Indonesia memiliki
syarat sebagai berikut (Anindita, Aminah, &
Ispriyarso, 2020):
1.
Konsumen
telah menyampaikan pengaduan kepada penyelenggara dan telah ditindaklanjuti oleh penyelenggara, namun tidak terdapat
kesepakatan antara konsumen dengan penyelenggara;
2.
Masalah yang diadukan merupakan masalah perdata yang tidak
sedang dalam proses atau belum pernah diputus oleh lembaga arbitrase atau
peradilan atau belum terdapat kesepakatan yang difasilitasi oleh lembaga
mediasi;
3.
Konsumen mengalami potensi kerugian finansial yang
ditimbulkan oleh penyelenggara dengan nilai tertentu yang ditentukan oleh Bank
Indonesia.
PENUTUP
A.
KESIMPULAN
Fintech merupakan suatu inovasi pada sektor finansial yang memberikan kemudahan
pada masyarakat dalam berbagai macam transaksi keuangan. Mobile Payment merupakan salah satu bagian dari fintech yang
termasuk dalam kategori payment yang sering digunakan oleh masyarakat Indonesia. Namun, ternyata saat ini di Indonesia masih banyak penyelenggara fintech yang illegal
sehingga hal
tersebut menyebabkan keresahan pada masyarakat. Oleh karena itu, perlindungan hukum dianggap
sangat penting bagi pengguna aplikasi fintech sebagai bentuk kepastian
hukum.
Perlindungan
konsumen telah diatur dalam Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan
Konsumen (UUPK) yang bertujuan untuk meningkatkan pemberdayaan konsumen dalam
memilih, menentukan, serta menuntut hak-haknya sebagai konsumen. Selain itu,
OJK juga mengeluarkan aturan atas dasar Undang-Undang Republik Indonesia Nomor
21 Tahun 2011 yang menyebutkan bahwa mobile
payment perlu mendaftarkan perusahaanya ke Otoritas Jasa Keuangan dan kegiatan
operasionalnya dalam rangka menjaga kepercayaan konsumen.
Bank
Indonesia juga mewajibkan diterapkannya prinsip perlindungan konsumen oleh
penyelenggara jasa pembayaran dan juga turut melakukan pengawasan terhadap
penerapan ketentuan perlindungan konsumen oleh penyelenggara yang tercantum
dalam Peraturan Bank Indonesia No. 16/1/PBI/2014 Tentang Perlindungan Konsumen
Jasa Sistem Pembayaran.
B.
SARAN
Dalam setiap perusahaan, kepercayaan konsumen adalah prioritas utama. Oleh
karena itu, setiap perusahaan sebaiknya memperhatikan segala hal yang dapat
meningkatkan kepercayaan konsumen salah satunya adalah perlindungan hukum.
Selain itu, sebagai konsumen juga harus lebih berhati-hati dalam memilih atau menggunakan jenis mobile payment agar terhindar dari
aplikasi yang ilegal ataupun kejahatan lainya.
DAFTAR PUSTAKA
Anindita, I. R., Aminah, & Ispriyarso, B. (2020).
Perlindungan Hukum Terhadap Pengguna Layanan Pembayaran Berbasis Teknologi di
Indonesia. NOTARIUS, XIII(2), 516-530.
Az.
Nasution, 1999, Hukum Perlindungan Konsumen Suatu Pengantar, Cetakan Pertama 1999, Daya Widya.
Benuf, K., & dkk. (2020). PENGATURAN DAN PENGAWASAN
BISNIS FINANCIAL TECHNOLOGYDI INDONESIA. Dialogia Iuridica: Jurnal Hukum
Bisnis dan Investasi, XI(2), 46-69.
Bestari,Novina
Putri.2021. Awas Tertipu! Ini 113 Fintech Ilegal yang Ditutup OJK.CNBC
Indonesia. https://www.cnbcindonesia.com/tech/20210129120047-37-219634/awas-tertipu-ini-113-fintech-ilegal-yang-ditutup-ojk
Boer,
R., & de Boer, T. (2010). Mobile payments 2010. (C. Liezenberg & E.
Achterberg, Eds.). Innopay.
Carney,
M. (2016). Enabling the fintech transformation: Revolution, Restoration, or Reformation. BoE Speech.
DailySocial&DSResearch. 2020.
Fintech Report 2020.CIMB NIAGA
Dewan,
S. G., & Chen, L. (2005). Mobile Payment Adoption in the Us : a
Cross-Industry Cross-Platform Solution. Journal of
Information Privacy & Security, 1(October), 4–28
Eli Wuria Dewi, S.H.,2015, Hukum
Perlindungan Konsumen, Yogyakarta, Graha Ilmu.
Ondrus,
J., & Pigneur, Y. (2007). An Assessment of NFC for Future Mobile Payment Systems. International Conference on the Management of Mobile
Business (ICMB 2007).
Peraturan
Bank Indonesia Nomor 19/12/PBI/2017 Tentang Penyelenggaraan Teknologi Finansial. Indonesia.
Putritama, A. (2019). The Mobile Payment Fintech Continuance
Usage Intention in Indonesia. Jurnal Economia, XV(2), 243-258.
Smart
Card Alliance. (2008). Proximity Mobile Payments Business Scenarios: Research Report on Stakeholder Perspectives. A Smart Card Alliance
Contactless Payments,(July), 1–34.
Septiyati. (2019). PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP KONSUMEN
PENGGUNA TRANSAKSI DENGAN SISTEM PEMBAYARAN GO-PAY. Jurnal Hukum Adigama, II(1),
1-25.
Wonglimpiyarat,
J. (2017). Industri perbankan FinTech: pendekatan sistemik. Tinjauan ke masa
depan,19 (6), 590-603.
Komentar
Posting Komentar